Kamis, 03 Februari 2011

Alutsista, kita belum mandiri!

Apa yang membedakan negara kita dengan
negara lainnya dalam mengelola Industri?
Jawabannya sederhana saja, yakni untuk jangka
pendek adalah : KEUNTUNGAN. Beda dengan di
beberapa negara yang mengelola investasi di
industri berat maupun ringan, katakalanlah untuk
Industri persenjataan, orientasi yang paling utama
dan terutama oleh negara pengelolanya adalah :
KEMANDIRIAN.
Mengapa kemandirian lebih penting dari hal
lainnya, karena untuk mencapai keuntungan
jangka panjang jelas memerlukan kemandirian.
Tapi jika keuntungan jangka pendek yang
diinginkan jelas kemandirian tidak menjadi
penting. Selesai proyek (pabrik) dibangun,
menyerap tenaga kerja beberapa tahun, kontrak
selesai, keuntungan bagi pejabat yang mengurus
telah meluber, selesailah sudah industri itu. Habis
manis sepah dibuang!
Karyawan dibubarkan, peralatan yang belum
cukup usia habis penyusutannya teronggok
menjadi besi tua dan berkarat. Belum cukup,
biaya perawatan gedung dan mesin terus harus
keluar, tentu saja SDM nya untuk menjaga
onggokan besi-besi tua dan rangkaiannya
memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Mengapa kita TIDAK menganut mandiri oriented?
Menurut BJ Habibie, karena kita berbudaya VOC.
Pedagang Belanda dahulu memang menegakkan
prinsip dagang seperti ini, pokoknya ada untung
ada barang, ada uang (dollar atau gulden) ada
barang. Cara apapun ditempuh walau tidak efisien
dikemudian hari.
Maka tak heran, pada pertemuan di DPR-RI
Senayan tanggal 31 Januari 2011 lalu dalam acara
dengar pendapat mengenai alutsista, BJ Habibie
sampai naik darah. Ia menyatakan pola
penanganan alutsista di negeri ini harus berbasis
kemandirian.
“Untuk apa mengimport peralatan, itu sama
dengan membayar jam kerja orang di sana.
Bayarlah jam kerja rakyat agar kita semua bisa
mandiri ’” ujar Habibie berapi-api seraya memberi
perumpamaan terhadap beberapa benda di
hadapannya (gelas, mic dan meja). Habibie
bahkan -karena geramnya tidak ada anggota DPR
yang mengerti dengan baik tentang kemandirian
alutsista- sampai menggebrak meja dalam
memberi perumpamaan. “Braaaakkkk” suara
meja ditampar terdengar melalui suara mic.
Dengan ekspresi yang menggelegak, ia
menyatakan akan berdiri di depan jika ada upaya-
upaya untuk mematikan industri-industri jika
lahan dan lokasi itu untuk dijadikan lapangan golf.
Habibie juga menyampaikan bahwa sejak tahun
2002 semua industri pertahanan yang dibangun di
negeri ini TIDAK FOKUS, semuanya berorientasi
kepada keuntungan jangka pendek, BUKAN
kemandirian.
Padahal kemandirian itu -menurut Habibie- justru
akan mengakibatkan umpan balik, yakni
terciptanya sinergi dengan industri lainnya,
bahkan menciptakan industri baru untuk
mendukung atau menyokong indsutri pertama.
katakalanlah misalnya PINDAD ingin menciptakan
Tank Serbu jenis terbaru memerlukan bahan baku
untuk jenis logam tertentu pada rantai-rantai
rodanya, tentu akan dibangun industri penyedia
logam terbaik yang akn menyokong logam
unutuk PT PINDAD dan lainnya milik negara.
Bukan diimpor dari luar negeri atau meingimpor
bulat-bulat dan utuh (CBU) dari Luar Negeri, inilah
yang dikecewakan oleh BJ Habinie.
BJ Habinie walau sudah tua, tapi tetap tegas dan
bersemangat. Sambil menunjuk-nunjuk ke arah
anggota DPR yang melongo (entah apa dalam hati
atau benak mereka) Habibie menyebutkan ” Saya
memang orang tua, tapi saya tidak buta.” Jadi
terlalu kecewa Habibie melihat cara pemerintah
sekarang menangani perhatian terhadap alutsista
negara dalam pola industri yang berorientasi
kemandirian.
Apakah kekecewaan Habibie ini bermanfaat?
Apakah didengar, apakah ada yang perduli,
apakah akan ada perubahan sehingga pola industri
yang mandiri dalam pengadaan alutsista kita akan
terealisir? Bisa skeptis kita memang jika melihat
pola VOC masih mengental dan bergelayut dalam
mental beberapa pejabat negara yang mengurus
hal tersebut. Tapi once more, dengarkanlah …!
Kata orang be positive.. Mari berpikiran positif,
semoga harapan Habibie menjadi kenyataan.
Pemerintah harus perhatikan pola yang
disampaikan oleh BJ Habibie agar bisa mandiri
dalam pengadaan alutsista agar bisa mandiri
walau tidak mungkin bisa mandiri 100% tapi
dalam jangka waktu tertentu (misal 3 ttahun)
harus bisa mandiri.
Kalau suara BJ Habibie pun tidak di dengar lagi,
apakah suara kita suara Komapasianer masih
mau didengar? Awas, nanti dianggap
kualat ….he..he…

2 komentar: