Jumat, 18 Februari 2011

Melatih kecerdasan social pada anak


Dari semua ketrampilan emotional quotient (kecerdasan emosional) yang akan dikembangkan anak, kemampuan untuk bergaul dengan orang lain akan paling banyak membantunya merasakan keberhasilan dan kepuasan dalam hidup. Hal utama yang harus dimiliki anak agar efektif dalam dunia sosial, dia harus belajar mengenali, menafsirkan, dan bereaksi secara tepat terhadap situasi-situasi sosial. Kemampuan yang harus dimiliki adalah kemampuan untuk mencari titik temu antara kebutuhan dan harapannya dengan kebutuhan dan harapan orang lain.
SOSIALISASI
            Proses sosialisasi diawali dengan terpadunya temperamen bawaan anak dengan dan reaksi orangtua terhadap temperamen tadi. Ketika seorang bayi baru saja berusia enam minggu, dia akan menatap wajah orangtuanya cukup lama, baru kemudian ia tersenyum lebar. Jika kita membalas senyumannya, senyumnya akan makin lebar. Ketika usianya tiga bulan, bayi itu dapat menggunakan posisi kepala dan tatapannya sebagai cara untuk berkomunikasi dengan kita. Ia berkomunikasi dengan ekspresi-ekspresi yang menyatakan rasa senang, tenang, atau takut. Apabila reaksi yang diperolehnya berlebihan, kepalanya akan menunduk dan tubuhya menjadi lemas.
Rasa tertarik kepada anak lain juga dimulai pada usia sangat muda. Seringkali orang dewasa tidak menyadari betapa dini munculnya kesadaran sosial dan kepekaan terhadap situasi-situasi sosial anak-anak dalam perkembangan mereka.
Zick Rubin, pengarang Children’s Friendships, mengisahkan tentang kepekaan akan baik buruk dan kepedulian terhadap perasaan teman yang ditunjukkan oleh seorang anak usia empat tahun sewaktu ia sedang bermain dan mengobrol dengan seorang temannya:


D : Aku robot penembak yang dapat menembakkan peluru dari jariku. Aku bias dapat menembak dari mana saja, juga dari kaki. Aku robot penembak.
J : (mencibir) Ah, kamu kan robot bau.
D : (memprotes) Bukan, aku robot penembak.
J : Bukan, kamu robot bau.
D : (tersinggung, hampir menangis) Bukan!
J : (mengetahui bahwa D marah) Dan aku robot Badut.
D : (mulai gembira lagi) Kalau begitu aku juga robot badut.


            Yang bisa kita perhatikan dari kelakar dua anak di atas, betapa luar biasanya kemampuan mereka menyesuaikan diri dengan situasi. Ketika J sadar godaannya telah membuat temannya marah, ia menjadikan diri sendiri sebagai bahan lelucon untuk menyeimbangkan interaksi sosial sebelumnya. D yang segera merasakan sikap bersahabat itu, juga berbuat serupa, mengubah situasi yang hamper menjadi konflik menjadi lelucon yang dapat dinikmati bersama.


Ketrampilan sosial ini mampu diperoleh anak melalui di antaranya:
1. Ketrampilan bercakap-cakap (lebih dari sekedar berbicara)

Contoh latihan/pengajaran ketrampilan bercakap-cakap untuk anak-anak :

Keterampilan Yang Harus Dilakukan
Mengungkapkan kebutuhan dan keinginan dengan jelas Buatlah pernyataan yang menggambarkan apa yang dirasakan, mengapa merasakan demikian, dan apa yang dikehendaki.
Berbagi informasi pribadi Bicaralah mengenai hal-hal yang menarik dan penting bagi diri sendiri.
Menyelaraskan respons atas petunjuk dan kata-kata orang lain Beri perhatian pada apa yang dikatakan orang lain dan cara orang tersebut mengatakannya.
Mengungkapkan empati Gambarkan bahwa kita memikirkan perasaan orang lain dan tunjukkan kita peduli.(“Kamu tampaknya kesal. Kamu ingin membicarakannya?”)

2. Humor
            Kemampuan membuat humor dimulai sejakminggu-minggu pertama hidup seseorang. Pada usia enam minggu, kita dapat meletakkan sapu tangan di muka lalu dengan cepat menariknya, dan kita akan membuat bayi tersenyum karena merasa diajak bermain cilukba.
Menurut Paul McGhee, humor sejati (lebih dari sekedar reaksi fisik atau persepsi) dimulai dalam tahun kedua ketika anak kita mulai memahami sifat simbolis kata-kata dan benda-benda. Dasar humor pada usia ini adalah keganjilan fisik. Bagi seorang anak yang baru belajar bicara, menaruh sepatu di kepala sebagai pengganti topi adalah sesuatu yang lucu, sebagaimana kucing di film kartun yang mencoba memburu seekor tikus sampai ke lubangnya, tetapi mukanya malahan menjadi rata seperti martabak.
3. Hubungan dekat/persahabatan
Waktu seorang anak berusia tujuh atau delapan tahun, ia mulai menjauh dari pengaruh orangtuanya, dan tahun demi tahun selanjutnya ia berpaling baik kepada teman-teman kelas maupun teman-teman lain untuk mendapatkan perhatian, persetujuan, dan dukungan.


4. Peran dalam kelompok
            Pada usia tiga atau empat tahun, anak-anak berada sekelompok dengan anak-anak lain. Usia ini mereka mulai cenderung untuk membentuk kelompok dengan jenis kelamin yang sama. Pada usia enam sampai tujuh tahun, anak-anak mulai menghayati bahwa menjadi anggota kelompok dapat meningkatkan percaya diri dan rasa memiliki.
5. Pembelajaran sopan-santun/adab pergaulan
Kemampuan anak bergaul dengan orang dewasa, khususnya dengan orang-orang yang memiliki otoritas, merupakan aspek penting perkembangan sosial mereka.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar